informatif | edukatifArtikel

Struktur Permodalan Perseroan Terbatas Pasca Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dan Dampaknya bagi Usaha Mikro dan Kecil

STRUKTUR PERMODALAM PERSEROAN TERBATAS PASCA PENGESAHAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DAN DAMPAKNYA BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

Oleh Sujianto S.H, M.Kn

Associates Partner ZnP Lawfirm

Salah satu dasar pertimbangan dari Pemerintah dalam Menyusun undang undang cipta kerja adalah memberikan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro kecil, salah satu upaya yang diambil oleh pemerintah umtuk memudahkan pendirian badan hukum dalam bentuk perseroan bagu usaha mikro dan kecil adalah dengan melakukan perubahan aturan di sektor permodalan. Dari perubahan permodalan tersebut diharapkan akan muncul banyak usaha-usaha baru yang berbadan hukum perseroan, yang diharapkan  menyerap tenaga banyak kerja.

Dalam kasanah hukum perseroan di Indonesia, kita mengenal tiga istilah permodalan dalam perseroan yaitu :

  1. Modal dasar;
  2. Modal ditempatkan;
  3. Modal disetor;

Akan tetapi dalam peraturan perundang undangan tentang perseroan yaitu Undang-Undang No 40 Tahun 2007, tidak diketemukan sama sekali definisi dari ketiga istilah permodalan tersebut. Sedikit pengertian terkait dengan modal dasar dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang undang perseroan, dimana disebutkan dalam pasal tersebut bahwa perseroan adalah persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Difinisi dari tiga istilah permodalan tersebut juga tidak kita temukan dalam Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, pada Bab VI Tentang kemudahan berusaha, Pasal 109 angka 1 yang mengubah Pasal pasal 1 angka 1  Undang Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tetap memberikan pengertian yang sama mengenai istilah permodalan perseoran. Undang-Undang cipta kerja lebih focus pada stimulus untuk mempermudah pendirian badan hukum yang berbentuk perseroan. Bentuk kemudahan yang diberikan oleh Undang-undang Cipta Kerja bagi para pelaku usaha yang ingin membentuk badan hukum perseroan terbatas adalah  menghapus batas minimal modal dasar untuk mendirikan sebuah perseroan terbatas dari angka Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) menjadi tidak ada batas minimal, dimana besaran modal dasar ditentukan berdasarkan keputusan para pendiri.

Untuk mengupas kekosongan pengertian konsep permodalan   dalam perseroan, disini akan diulas pengertian konsep permodalan Perseroan menurut ahli sehingga akan didapat gambaran yang lebih jelas dari konsep tersebut.

 

  1. Modal Dasar Perseroan

Menurut Rudhi Prasetya modal dasar adalah keseluruhan nilai nominal saham sesuatu PT yang maksimal dapat diterbitkan, jelasnya yang dimaksud modal dasar perseroan tiada lain daripada hasil perkalian antara jumlah saham PT yang ditentukan oleh pendiri dengan nilai nominalnya. Sepemikiran dengan Rudy Prasetya, M. Yahya Harahap memberi pengertian modal dasar Perseroan adalah seluruh nilai nominal saham perseroan yang disebut dalam anggaran dasar.

Jadi pada dasarnya modal dasar perseroan adalah total nominal saham yang disetujui oleh para pendiri perseroan yang dituangkan dalam anggaran dasar perseroan.

Terkait modal dasar Perseroan, Pasal 109 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 32 UU Perseroan terbatas mengatur ketentuan modal dasar sebagai berikut:

  1. Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.
  2. Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar Perseroan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal ini menghapus ketentuan besaran minimal modal dasar yang harus disediakan para pendiri untuk mendirikan perseroan yaitu sebesar Rp 50.000.000,-(lima puluh juta Rupiah). Besaran modal dasar ditentukan oleh keputusan pendiri perseroan. Perubahan peraturan ini merubakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempermudah kegiatan berusaha bagi masyarakat dengan bentuk badan hukum perseroan terbatas, terutama bagi sektor usaha mikro yang mempunyai permodalan yang kecil. Bahkan untuk mengakomodasi usaha mikro dan kecil Undang-undang Cipta kerja Pasal 1 angka 1 memperkenalkan istilah baru bentuk badan hukum yaitu badan hukum perorangan, badan hukum perorangan diperuntukan bagi siapa saja yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.

Untuk memperjelas pengaturan tentang modal dasar Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, Dan Pembubaran Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro Dan Kecil, dimana dalam pasal 3 dijelaskan bahwa setiap perseroan wajib memiliki modal dasar yang besarnya ditentukan oleh para pendiri perseroan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa undang undang cipta kerja tidak lagi menetapkan batas minimum modal dasar perseroan, besaran modal dasar diserahkan kepada keputusan para pendiri perseroan.

Namun demikian, tidak semua perseroan terbatas besaran modal dasarnya diserahkan sepenuhnya kepada para pendiri. Pemerintah masih membatasi beberapa sektor usaha yang besaran modal dasarnya ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana yang diatur Pasal 5 Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2021, sektor usaha tersebut adalah sektor usaha yang terkait dengan bisnis di sektor keuangan seperti perbankan, asuransi dan sektor keuangan lainya yang besaranya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang membidangi bisnis tersebut.

 2 Modal Ditempatkan 

Modal ditempatkan menurut Rudhi Prasetya  adalah hasil perkalian antara jumlah saham yang diterbitkan dikalikan dengan nilai nominalnya. Sedangkan menurut M. Yahya Harahap modal ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil tersebut ada yang sudah dibayar dan ada yang belum dibayar.

Dari dua pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan modal ditempatkan adalah sejumlah saham yang telah diterbitkan oleh perseroan yang telah diambil oleh pendiri atau pemegang saham dikalikan dengan nilai nominalnya yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk dilunasi, dan saham itu telah diserahkan kepada pemegang saham untuk dimiliki.

Berdasarkan Pasal 33 undang undang perseroan terbatas no 40 tahun 2007 jo Pasal 4 Peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2021, paling sedikit 25 % dari modal dasar harus sudah ditempatkan dan disetor penuh oleh pendiri atau pemegang saham, yang penyetoranya harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah pada saat pendirian.

Pasal 33 undang undang perseroan terbatas no 40 tahun 2007 jo Pasal 4 Peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2021 hanya mewajibkan minimal 25% dari modal dasar perseroan wajib ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian, lantas bagaimana status sisa saham yang belum diambil oleh pendiri atau pemegang saham, dalam hal ini Rudhi Prasetya mengatagorikan saham yang belum diambil oleh pendiri atau pemegang saham disebut sebagai saham simpanan (saham portfolio), yang mana jika suatu saat perseroan membutukan tambahan modal maka saham yang masih tersimpan ini dapat diterbitkan oleh perseroan untuk ditawarkan kepada pemegang saham atau pihak lain apabila pemegang saham tidak mau mengambilnya.

3. Modal Disetor

Menurut M. Yahya Harahap modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar perseroan. Sedikit berbeda dengan M. Yahya Harahap, Prof Rudhi Prasetya tidak lagi membedakan antara modal ditempatkan dan modal disetor, karena menurutnya pasal 33 ayat 1 UU PT mewajibkan pada saat pendirian Perseroan modal ditempatkan yang sebesar 25% wajib disetor penuh, tidak boleh disetor Sebagian, dengan demikinan tidak ada lagi perbedaan antara modal ditempatkan dengan modal disetor.

Penulis sependapat dengan pendapat Prof Rudhi Prasetya, tidak ada perbedaan pengertian antara modal ditempatkan dan disetor pada saat pendirian, maupun pada saat perseroan mengeluarkan saham simpanan untuk menambah modal, dimana dari setiap saham yang ditempatkan oleh perseroan kemudian diambil oleh pemegang saham wajib disetor penuh.

Sehingga istilah modal disetor  apat disimbulkan sebagaisaham yang telah dibayar penuh oleh pemegang saham pada saat pendirian perseroan atau pada saat perseroan menambah modal dengan mengeluarkan saham simpanan.

 4. Kesimpulan

Undang-undang cipta kerja memerikan kemudahan bagi usaha mikro kecil untuk mendirikan badan hukum berbentuk perseroan terbatas. Selama ini untuk membentuk badan hukum perseroan pelaku usaha mikro kecil banyak terkendala dengan batasan minimal modal dasar yaitu sebesar Rp 50.000.000,-, yang mana dari modal dasar tersebut 25% wajib ditempatkan dan disetor penuh pada saat pendirian. Dengan dihapusnya ketentuan minimal modal dasar dan menyerahkan besaran modal dasar berdasarkan keputusan pendiri Perseroan, membuat para pelaku usaha mikro kecil lebih flexible menentukan besaran modal yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan mereka. Dengan kemudahan ini, pemerintah berharap banyak bermunculan perseroan terbatas baru dari kalangan pelaku usaha mikro kecil.

 

Daftar Pustaka:

Rudhi Prasetya.2011. Teori dan Praktek Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.

Rudhi Prasetya.2001. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. Bandung Citra Aditya Bhakti.

M Yahya Harahap. 2016. Hukum Perseroan Terbatas.Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil;

Sujianto, S.H., M.Kn.

Sujianto, S.H., M.Kn.

Associates Partner Z&P Lawfirm | Ahli dibidang hukum perseroan, hak atas kekayaan intelektual, dan legal drafting. Lebih dari 13 tahun bekecimpung didunia industri manufaktur yang fokus pekerjaanya pada operasional perseroan, pengelolaan hak atas kekayaan intelektual perusahaan, kontrak-kontrak perusahaan dan problematika hubungan industrial. Mendapatkan gelar Sarjana Hukum dan Magister Kenotariatan dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Tinggalkan Komentar